Gerbosari news (15/9). Seorang istri dari abdi dalem kepatihan di kadipaten tuban sedang megharap cemas kepulangan suaminya yang sedang membela negaranya perang. siang malam berdo'a kepada Tuhan agar suaminya pulang dengan selamat. Disela2 harapannya itu tibalah Maha Patih Kadipaten Tuban yang datang kerumahnya memberitahukan kepadanya bahwa suaminya telah gugur dimedan perang. derai air mata yang membasah pipinya tak kuasa ia tahan. harapannya pun hancur lebur terhempas oleh berita tersebut. masih dalam keadaan dalam isak tangis Sang Maha Patih menghiburnya bahwa ia tidak perlu bersedih karena suaminya gugur sebagai pahlawan membela negaranya. Dan Sang Mahapatih pun akan mengangkat dirinya menjadi permaisurinya. uangkapan itu dilantunkan dalam tembang sinom. sang putri pun menolaknya dengan sautan tembang sinom juga.
Cerita diatas adalh sepenggal fragmen yang dia mainkan oleh pelawak kang memed bersama istrinya diselingi nyanyian merdu Rina Febriana dari tanah air Gerbosari sendiri dalam acara limbukan wayang semalam suntuk Ki Dalang Radio Harsono dengan mengambil lakon Wahyu Kamulyan Jati. Sebelum acara limbukan adalah jejer astina yang menceritakan pisowanan setinggi binaturoto nega Atina Prabu Suyudono sedang mengumpulkan elti politik astinya diantaranya maha patih sengkuni, Pendito Durno, anggota Kurowo Kartodendo dan juga pengayom Kurowo dari Noto Mnduro yatu Prabu Manduro. Inti piwowanan membahas negara yang dalam masa depan akan terjadi perang baratayuda, tiap kali ingin mencelakakan pandawa pasti tidak berhasil. Pendito Durno meyakinkan kali ini pasti berhasil karena telah memngangkat murid dari negara sebrang yang sakti mandraguna. Sang Prabu mempersilahkan untuk memanggil muridnya itu. Kartodendo memanggil murid pendito Durno untuk sowan yaitu Prabu Cupindo Pati. Setelah diperkenalkan Prabu Cupindopati pun siap untuk mengalahkan pandawa. dan dia mengatakan mengapa selalu tidak berhasil memperdaya pandawa karena ada mata-mata di setiap pisowanan yang saat ini juga hadir, dan ditanya oleh Sang Prabu Suyudana siapakah mata-mata itu. Tapi dia tidak mengatakan siapa orang itu. Tetapi Sang Prabu Manduro ya Bolodewo merasa kesindir langsung marah dan nglarak Prabu Cupindopati ke alun-alun untuk perang. Saat pisowanan itu selesai dengan dilaraknya Prabu cupindopati oleh Prabu Bolodewo diteruskan limbukan yang didalamnya ada pelawak-pelawak memainkan fragmen tersebut.
Baca Juga:
Jejer astina sebagai permulaan wayang kulit semalam suntuk
Setelah limbukan selesai diteruskan perang alun-alu. perang dengan tangan kosong sama kuat, karena marahnya memuncak Prabu Bolodewo mengeluarkan senjata Nenggolo, prabu Cupindo pati pun kerepotan sehingga harus mengeluarkan aji pamungkasnya yaitu wiso brojo. Prabu Baladewo kena wisobrojo terpental jauh sampai gak keliatan dimana. Dari cerita wayang tersebut bisa kita mabil hikmah bahwa kita seharusnya berkepala dingin setiap ada masalah, kalau hanya menurutkan emosi dan hawa nasfu maka akhirnya yang ada hanya peperangan saling gasak gesek gosok antar sesama manusia. Salam Budaya Adiluhung. Red-wit