You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Kalurahan Gerbosari
Kalurahan Gerbosari

Kap. Samigaluh, Kab. Kulon Progo, Provinsi DI Yogyakarta

Selamat Datang Di Website Resmi Kalurahan Gerbosari, Kapanewon Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo

Menunggu Kembalinya Status Staf Desa Sebagai Perangkat Desa

Administrator 13 Oktober 2019 Dibaca 6.872 Kali

Staf Desa sudah ada sejak dahulu kala dan mungkin sejak terbentuknya sebuah desa. Bila jabatan Pamong Desa/Perangkat Desa sering berganti nomenklatur, tidak demikian dengan kata staf desa yang tidak pernah berganti nama. Saat dulu warga masyarakat masih akrab dengan istilah Lurah, Carik, Aman, Makmur, Igama, Sosial, Kadus dan ‘Pak Stap’. Waktu pun berlalu, nomrnklatur pun slilih berganti mulai Kades, Sekdes, Kabag, Dukuh dan Staf sampai nomenklatur Kades, Sekdes, Kaur, Kasi, Dukuh dan (tetep aja) Staf. Itu hanyalah sebuah istilah yang secara substansi hak dan kewajibanya hampir sama sesuai dengan regulasi yang berlaku dan tentunya semua itu termasuk dalam sebuah ‘status’ Perangkat Desa/Pamong Desa. Status Perangkat Desa diperoleh saat pelantikan dengan sebuah Surat Keputusan, Camat atas nama Bupati (dimasa sebelum tahun 2000) dan Keputusan Kepala Desa (setelah tahun 2000) dengan masa kerja sampai usia 64 (dimasa sebelum tahun 2000) dan usia 60 (setelah tahun 2000) dan selama ini hak-hak nya selalu sama proporsional dengan pamong/perangkat desa yang lain.

Akhir Tahun 2013 Euforia masyarakat dan Perangkat Desa terjadi dengan disahkannya Undang-undang Desa oleh DPR RI yang diberi Nomor 6 Tahun 2014 yang dengan adanya undang-undang itu sebuah desa mempunyai undang-undang sendiri memisah dari Undang-undang Pemerintahan Daerah. Dengan regulasi baru itu tentunya itu akan memperkokoh struktur organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa, termasuk masih diakuinya hak-hak staf.

Keanehan muncul seiring dengan lahirnya Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengamanatkan perangkat desa mendapatkan penghasilan tetap setara golongan PNS 2a. Disini pembuat kebijakan mulai menganggap bahwa staf desa tidak termasuk dalam SOTK perangkat desa. Penulis tidak tahu sebenarnya pembuat kebijakan mulai tidak mengakui staf desa sebagaiperangkat desa yang jelas saat ini pembuat kebijakan tidak memasukkan staf mendapat hak setara golongan PNS 2a.

Sebuah regulasi diterbitkan untuk menata organisasi agar lebih sistematik tanpa ada yang terdegradasi. Apakah dengan adanya UU Desa malah mendegradasi jabatan staf? Tentunya tidak.karena UU Desa jelas mengakui hak asal-usul. Staf sesuai asal-usulnya merupakan status perangkat desa. Lalu mengapa statusnya tiba-tiba hilang dari satuts perangkat desa? Apakah karena SOTK menurut Peraturan Menteri Dalam Negri?

UU Desa

Dalam UUDesa pasal 48 disebutkan:

Perangkat Desa terdiri atas:

  1. sekretariat Desa;
  2. pelaksana kewilayahan; dan
  3. pelaksana teknis.

 Masih bersifat sangat umum dan ada amanat pengaturan lebih lanjut kepada Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah, yang berbunyi sebagai berikut: 

Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat (1) diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. 

Peraturan Pemerintah

Dalam PP 43 yang merupakan delegasi UU desa yang mengatur perangkat desa adalah 

Perangkat Desa terdiri atas:

  1. Sekretaris Desa
  2. Pelaksana kewilayahan; dan
  3. pelaksana teknis.

Ada amanat pengaturan lebih lanjut tentang bidang urusan dan pelaksanan tehnis yaitu pada

Pasal 62 ayat 3

Ketentuan mengenai bidang urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Dan pasal 64 ayat 3 

Ketentuan mengenai pelaksana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. 

Permendagri 84

Dalam Permendagri 84 menyebutkan 

Masing-masing urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Kepala Urusan.

Masing-masing seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh Kepala Seksi.

Kata ‘dipimpim’ adalah sebuah pengakuan Kepala Urusan meminpin bidang urusan dan Kepala seksi memimpin seksi. Yang dipimpin tidak lain adalah staf desa. Kalau pimpinannya diakui sebagai perangkat desa tetapi stafnya tidak diakui sebagai perangkat desa tidak lah tepat menggunakan kata ‘dipimpin’ tetapi menggunakan kata ‘dilakukan oleh seorang’. Karena dalam Permendagri 84 menggunakan kata ‘dipimpin’, pembuat kebijakan juga seharusnya mengakui staf bawahan bidang usuran dan seksi sebagai perangkat desa. 

Analog dengan PNS

Penulis beberapa kali konsultasi dengan pembuat kebijakan tingkat kabupaten sejak tahun 2017. Pembuat kebijakan mengatakan bahwa kewajiban dan aturan-aturan perangkat desa analog dengan PNS, misalnya jam kerja, cuti, sampai aturan poligami. Sekarang misalnya strukur sebuah dinas atau badan dikabupaten dirombak sehingga dinas atau badan itu tidak ada lagi apakah PNS nya juga terus tidak diakui sebagai PNS padahal SK PNS nya sampai purna usia tertentu. Analog dengan PNS itu apakah juga adil SK yang berlaku sampai purna pada usia tertentu tiba-tiba tidak diakui karena ‘dianggap’ di struktur SOTK Desa tidak ada. 

Marilah kita renungkan bersama sebuah kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kebijakan yang tepat, kebijakan dengan hati-hati yang pada akhirnya pengakuan staf desa sebagai perangkat desa sehingga mendapat hak seperti perangkat desa yang lain yaitu minimal setara dengan PNS Gol 2a 

Penulis:

Wiwit Triraharjo, S.Si/Sekretaris Desa/Ketua PPDI Kab Kulon Progo

 

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image